Sebagaimana halnya dengan kasus tidur sambil ngorok, bukanlah suatu isapan jempol jika di Australia ada seorang istri minta cerai gara-gara gigi suami suka “ribut” saban kali tidur. Itu cerita dulu, ketika dokter bingung bagaimana menangani teeth grinding, gigi “kreot-kreot” sewaktu tidur. Ditambah lagi obat, cara, atau siasat lain agar kebiasaan “teror” malam hari itu tidak sampai membangunkan teman sekamar belum ditemukan dan dokter sudah angkat tangan.
Sukar Dikontrol
Ya, sindroma sendi rahang (temporomandibular jaw syndrome) sering jadi masalah besar karena memang tidak mudah dikontrol dengan cara apa pun. Tidak ada obat penenang apa pun yang bisa mengerem kebiasaan yang berlangsung tanpa disadari.
Si pengidap tidar sadar kalau tidurnya suka ribut sendiri. Teman tidurnya yang merasa terganggu, tak cukup sekadar punya rasa cinta dan bertenggang rasa untuk menerima kondisi ini. Terganggu tidur tidak ada urusan dengan rasa kasih. Cinta atau tidak cinta, suara keras gigi beradu, tak segan mengganggu tidur orang yang paling dicintai sekalipun.
Komplikasi Gigi-Geligi
Bukan cuma mengganggu teman tidur, gemeretuk tidur malam juga merusak gigi-geligi. Permukaan enamel gigi akan aus, menipis dan bisa jadi retak. Kekuatan gemeretuk gigi amat keras, sehingga suaranya terdengar memilukan, yang tak bisa diterima normal oleh telinga. Sungguh mengerikan, seakan gigi tergosok batu.
Gesekan gigi-geligi digoyang oleh gerakan rahang bawah, mirip kambing sedang memamah rumput. Rata-rata pengidap bruxism permukaan giginya tidak sempurna lagi. Lapisan bening mengkilap giginya sudah hilang dan tampak kasar. Gigi yang sudah begini tentu lebih rentan keropos, selain menjadi goyang bila jaringan gusi sudah semakin longgar dengan bertambahnya usia.
Komplikasi bukan cuma pada gigi-geligi. Lama-kelamaan bisa juga muncul keluhan pada sendi rahang. Merasa ada rasa nyeri di pangkal rahang, misalnya, tanda bahwa sendi rahang sudah menderita saking kerasnya gerakan rahang sewaktu serangan gemeretuk itu datang dalam tidur.
Rasa nyeri di pangkal rahang juga bisa dirasakan di dalam telinga (bertetangga dengan sendi rahang). Pada beberapa kasus bahkan bisa membuat penderita susah tidur (kalau pasangan tidur galak atau menjadi marah akibat bruxism). Pada yang lain mungkin sampai terjadi gangguan dalam makan. Itu semua yang menambah depresi penderita.
Mereka yang “berbakat” bruxism, serangan gemeretuk giginya menjadi-jadi bila siangnya menghadapi stres yang lebih dari biasanya. Pengalaman stres harian ikut menentukan derajat kekerasan gigi “kreot-kreot”.
Tidur para pengidap bruxism umumnya kurang begitu tenang. Jika diamati, mereka kelihatan gelisah sepanjang tidurnya, tanpa ia sendiri menyadarinya. Sering membolak-balik badannya beberapa saat sekali dalam tidurnya, sembari terus mengeluarkan bunyi tak elok dari mulutnya. Bunyi yang tak mungkin bisa dilakukannya dalam keadaan sadar.
Perlu Protektor Gigi
Sekarang sudah banyak ragam alat pelindung gigi selama tidur. Karena memang belum ada obat yang tepat, yang dilakukan medis hanya memberi perlindungan agar komplikasinya tidak sampai cepat merusak gigi. Ada berbagai bentuk protektor gigi yang dipasang (mirip memakai gigi palsu) selama pengidap bruxism dalam masa tidur.
Dengan pemakaian protektor gigi, selain gigi pengidap tidak lekas rusak, suara yang muncul pun tentu tidak sekeras tanpa pelindung gigi. Oleh karena terbuat dari bahan lunak yang tidak mengganggu selaput lendir mulut, suara gesekan, kendatipun terjadi juga, tidak menimbulkan suara yang mengerikan lagi.
Di Jepang misalnya dibuat sebuah perangkat elektrik, yang diduga dapat menahan gerakan rahang yang tak terkontrol itu. Namun, belum jelas apa berhasil meredam bruxism secara total.
Kendati belum menimbulkan keluhan gigi, pemeriksaan gigi-geligi secara rutin perlu dilakukan pengidap bruxism, sebelum kerusakan gigi menjadi fatal dan tak bisa dikoreksi, telanjur terjadi. Akibat gesekan, sudah disebut, permukaan gigi semakin kehilangan lapisan keras gigi yang melindungi gigi dari ancaman zat kimiawi. Bila pelindung ini semakin tipis dan bahkan sudah hilang, gigi mudah sekali aus, keropos dan bolong.
Obat Penenang atau Terapi Jiwa
Di mana-mana para ahli bilang belum tahu apa penyebab seseorang sampai rajin gaduh begitu gigi-geliginya. Namun, faktor stres dituduh menjadi biang keladi. Ada tipe kepribadian orang-orang tertentu yang rentan untuk mengidap gigi gemeretuk. Orang-orang penggugup, yang hidupnya tegang (tension), atau memiliki sikap kemarahan yang ringan munculnya, frustrasi, agresif dan merasa dikejar waktu (serba tergopoh-gopoh), dan hidupnya kompetitif, cenderung jadi begitu.
Satu-satunya yang dapat dilakukan pihak medis adalah dengan memberikan obat penenang, antistres. Dengan cara demikian stres sebagai pemicu bruxism bisa diredam dan diharapkan serangan gemeretuk gigi tidak muncul.
Namun, apakah pengidap bruxism harus terus-menerus bergantung pada obat, di situ masalahnya. Sebagian dokter lebih menyarankan memakai protektor gigi, dan kadang-kadang saja memberi penenang, bila stres hariannya benar-benar lagi angot.
Sebagian pasien mungkin membutuhkan psikoterapi, terapi kejiwaan, atau mengubah perilaku (agresif, pemarah, sikap kompetitif), dengan behavior modification, misalnya. Selain itu dilakukan juga biofeedback, seperti salah satu cara terapi bagi orang yang ingin menghentikan kebiasaan merokok. Memang tidak mudah mengatasi bruxism.
(sumber : www.blufame.com)
Thursday, November 20, 2008
PENYAKIT GIGI GEMERETUK
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment